Kamis, 16 Desember 2010

mengidentifikasi pengangguran terdidik di kalimantan



MENGIDENTIFIKASI PENGANGGURAN DI INDONESIA
(Study Kasus Tentang Pengangguran Terdidik Di Kalimantan Timur)

Oleh:
JONAIDI
NIM :0902035040

RISKA
NIM : 0902035043

Dian Nisawati
0902035039

Penina Uring
0902035044

F. Yofa Franata
09020350

Albret
09020350





FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2010


KATA PENGANTAR
            Dengan mengucapkan Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat-Nya, maka penulis  dapat menyelesaikan tugas Makalah  ini tepat pada waktu yang telah disepakati bersama teman-teman mahasiswa dan dosen pengajar mata kuliah Teori-Teori Sosial yaitu  prof. Dr. Hartutiningsih, MS.
            Adapun maksud dan tujuan dari tugas makalah ini yaitu, untuk melatih dan memampukan mahasiswa dalam menganalisa dilingkungan sekitar dan melatih Mahasiswa dalam menulis Makalah Secara Ilmiah, Serta menjadi pembelajaran yang baru bagi mahasiswa, dan membuka wawasan berpikir Positif  dan aktif dalam menghadapi lingkungan sekitar. Sehingga lepasnya mahasiswa dari ikatan di perguruan tinggi dapat membawa perubahan bagi kemajuan secara pribadi maupun serara umum melakukan perubahan yang lebih baik bagi Negara khususnya bagi Negara yang kita cintai yaitu Indonesia.

DAFTAR ISI

Judul…………………………………………………………………………..        i          
Kata Pengantar……………………………………………………………….        ii
Daftar Isi……………………………………………………………………....        iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………         1
1.2. Rumusan masalah…………………………………………………………        2
1.3. Tujuan…………………………………………………………………….         2
1.4. Kegunaan…………………………………………………………………         2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pengangguran……………………………………………………         4
2.2. Pengertian Pengangguran Terdidik……………………………………….         4
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengangguran terdidik di Kalimantan……...……………………………..        5
3.2. Identifikasi Masalah Pengangguran Terdidik……………………………..        5
3.3. Faktor Penyebab Munculnya Pengangguran Terdidik…………………….        6
3.4. Dampak Pengangguran……………………………………………………        7
3.5. Solusi Masalah Pengangguran Di Indonesia……………………………...         8
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan………………………………………………………………..        13
4.2. Kritik Dan Saran…………………………………………………………..        14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Dari tahun ke tahun kita masih terus bergulat dengan pengangguran. Sebuah kenyataan yang sangat mencekam hati mengingat setiap tahun sekolah dan perguruan tinggi di negeri ini kembali merilis ribuan alumni. Dengan tingkat pertumbuhan lapangan kerja yang rendah, dikhawatirkan pengangguran akademik (juga sama halnya dengan pengangguran lainnya), akan semakin bertambah dan terus bertambah dari tahun ke tahun. Salah satunya yaitu Pengangguran Terdidik.
            Pengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor informal. Dengan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya di Indonesia. Sebenarnya gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan. Data yang dimiliki Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) membuktikan hal itu. Paling tidak, hampir sejuta lulusan dari sekitar 2.900 perguruan tinggi di Indonesia dan berasal dari berbagai disiplin ilmu, pada 2009 ini, masih belum memiliki pekerjaan alias menganggur. Tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana ini tak lepas dari rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama mereka sebagai sarjana. 
            Secara persentase, jumlah penganggur di kalangan terdidik juga meningkat drastis. Pengangguran terdidik tercatat mencapai 12.0 persen pada Februari 2009, yang juga meningkat dua kali lipat dari persentase pada 2004 yang hanya mencapai 5.7 persen.
Ironisnya, peningkatan penganggur di kalangan terdidik terjadi pada saat jumlah pengangguran secara keseluruhan mengalami penurunan, baik dalam persentase maupun secara absolut. BPS menunjukkan bahwa jumlah persentase pengangguran terus menurun dari 9.86 persen dari angkatan kerja pada 2004 menjadi 8,14 persen dari angkatan kerja pada 2009. Demikian pula, secara absolut, jumlah penganggur turun dari 10,25 juta orang pada 2004 menjadi 9,26 juta orang pada2008/2009.
Pada tahun 2008 jumlah angkatan kerja di kalimntan timur mencapai 1.249.488 jiwa di bandingkan tahun 2000 masih sebanyak 1.053.601 maka terjadi peningkatan rata- rata sebesar 2,15%  per tahun.Sementara itu kesempatan kerja hanya meningkat dari 1.007.555 pekerja menjadi 1.106.982 pekerja atau tumbuh rata –rata 1,18% per tahun, dengan demikian terjadi pengangguran yang juga meningkat dari 46.042 orang atau 4,37%, menjadi 142.506 orang atau 11,41% sehingga mengalami perubahan rata – rata 15,17% per tahun.
1.2. Rumusan Masalah
2.      Apa yang menyebabkan melonjaknya angka pengangguran terdidik di kalangan terdidik?
3.      Apa dampak dari pengangguran?
4.      Bagaimana cara mengatasi pengangguran terdidik?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu Untuk mengetahui penyebab melonjaknya pengangguran di kalangan terdidik yang ada di wilayah Kalimantan Timur maka kami ingin mengidentifikasikan pengangguran berdasarkan jenis dan tingkat peluang kerja, yang mengakibatkan peningkatan pengangguran terdidik di wilayah khususnya Kalimantan Timur.

1.4. Kegunaan
1. Mencari solusi bagaimana mengantisipasi terjadinya pengangguran besar-besaran   Indonesia.
2.  Mengetahui dampak terjadinya pengangguran yang terjadi pada di Indonesia.
3. Mengambil tindakan secepat mungkin untuk menghindari penambahan pengangguran yang terjadi saat ini.
4. Mengantisipasi diri jangan sampai turut menjadi pengangguran.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pengangguran
            Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 60 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Menurut Teori Klasik (1729-1790), pengangguran itu bersifat sukarela, karena tidak sesuainya tingkat upah dengan aspirasi pekerja.

2.2. Pengertian Pengangguran Terdidik
            Pengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Dan sangat berkaitan dengan masalah pendidikan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.  Pengangguran terdidik di Kalimantan timur

            Masalah ketenagakerjaan di kalimantan sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur terdidik , pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran terdidik yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.

Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung. Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.

3.2. Identifikasi Masalah Pengangguran Terdidik

Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai. Disisi lain para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan mereka di posisi yang enak, dapat banyak fasilitas, dan maunya langsung dapat gaji besar. Padahal dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan, hal itu disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan  meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli. Namun para sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah. Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

3.3.  Faktor Penyebab Munculnya Pengangguran Terdidik
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut:

  1. Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus.
  2. Semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan yang lebih besar daripada membuka usaha sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Clignet (1980), yang menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia, antara lain disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman dari resiko. Dengan demikian angkatan kerja terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
 3. Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil).
 4. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.
  5. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

3.4. Dampak Pengangguran
A. Dilihat dari segi ekonomi, pengangguran memiliki dampak sebagai berikut:
          1. Pengangguran secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan nasional. Tingginya   jumlah pengangguran akan menyebabkan turunnya Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga pendapatan nasional pun akan mengalami penurunan. Pengangguran akan menghambat investasi, karena jumlah tabungan masyarakat ikut menurun.
2. Pengangguran akan menimbulkan menurunnya daya beli masyarakat, sehingga akan mengakibatkan kelesuan dalam berusaha.

B. Ditinjau dari segi sosial, pengangguran bisa menimbulkan dampak yang tidak kecil. Secara sosial, pengangguran dapat menimbulkan:
1. Perasaan rendah diri;
2. Gangguan keamanan dalam masyarakat, sehingga biaya sosial menjadi meningkat.

Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu:

·         Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Suatu Negara
           Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengangguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.      Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.

2.      Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasionla dari sektor pajak berkurang. hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurunsehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. dengan demikian, pajak yang harus diterima dari masyarakat pun akan menurun. jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.


3.      Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang- barang hasil produksi akan berkurang. keadaan demikian tidak merangsang kalangan investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.

·         Dampak Pengangguran Terhadap Individu
 yang Mengalaminya dan Masyarakat Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
1). Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian.
2). Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan.
3). Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik.

            Apabila pengangguran dibiarkan tentunya akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Bila tingkat pengangguran tinggi akan menyebabkan tingkat kemakmuran rendah, bahkan dapat membahayakan stabilitas negara.

Beberapa akibat pengangguran di antaranya:
1.      terjadinya bahaya kelaparan.
2.      tingkat pertumbuhan ekonomi rendah.
3.      pendapatan perkapita masyarakat rendah.
4.      angka kriminalitas tinggi.
3.5. Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia
            Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.
Pengangguran terdidik yang berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran terdidik juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya. Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.
            Sering berbagai pihak menyatakan persoalan pengangguran itu adalah persoalan muara. Berbicara mengenai pengangguran banyak aspek dan teori disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara. Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut.
Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.
            Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan-pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
Kebijakan Mikro Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin, yaitu:
1.      pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas. Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani mengambil tantangan serta mempunyai mindset yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.
Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu.
2.      Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).
3.      Segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.
4.      Segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.
5.      Mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang. Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.
6.      mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.
7.      Segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
8.      Upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur. Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.
9.      Segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif. Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terdidik atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya. Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
      Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional. Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya. Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat.
Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.

4.2. Kritik dan saran
      Demikianlah makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita bersama. Ibarat ”tak ada gading yang tak retak”, tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Basri Faisal,Perekonomian Indonsia,Jakarta,Erlangga,2002
Daulat Sinuraya. Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia. Suara Pembaruan Daily. 2004
Deklarasi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia, 29 Juni 2004; Bahan Raker Komisi VII DPR-RI dan Menakertrans,11 February 2004,
Elwin Tobing. Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik. Media Indonesia. 2004
Husni Lalu, Hukum ketenagakerjaan, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,2007
Sukirno Sudono,Ekonomi Pembangunan,Jakarta,Bima Grafika,1985

Tidak ada komentar:

Posting Komentar